20 November, 2016

Bahan aktif herbisida

    Racun pembasmi rumput atau gulma dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama herbicide dan di Indonesia dikenal dengan sebutan herbisida.
Herbicide adalah senyawa atau material yang disebarkan pada lahan pertanian untuk menekan atau memberantas tumbuhan penyebab penurunan hasil.
Lahan pertanian biasanya ditanami tanaman sejenis atau dua jenis tanaman pertanian. Namun tumbuhan lain atau gulma juga dapat tumbuh di lahan tersebut, sebab antara tanaman dan gulma saling berkompetisi dalam mendapatkan unsur hara di tanah, penyerapan cahaya matahari.
Kemudian herbisida digunakan sebagai salah satu sarana pengendalian tumbuhan "asing" atau gulma pengganggu yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman.

     Herbisida terdapat dua tipe yaitu herbisida menurut aplikasinya adalah herbisida pra tumbuh (preemergence herbicide) dan herbisida pasca tumbuh (postemergence herbicide).

Herbisida pra tumbuh digunakan pada lahan setelah diolah dan sebelum benih gulma bertebar atau setelah penyemprotan gulma dilaksanakan maka dengan segera benih ditebar dilahan. Herbisida jenis ini bersifat nonselektif atau membunuh semua tumbuhan yang ada.

Herbisida pasca tumbuh yaitu diberikan setelah benih gulma memunculkan daun pertamanya. Herbisida jenis ini bersifat selektif artinya tidak tidak mengganggu tumbuhan pokoknya.
Herbisida jenis ini ada 2 macam yaitu herbisida bersifat kontak dan sistemik.
1). Herbisida kontak adalah herbisida untuk menyiang gulma secara langsung dalam mengganggu tumbuhan untuk berfotosintesis artinya gulma akan mati bila bersinggungan secara langsung.
Contoh produk herbisida jenis ini adalah NOXONE 297SL.

2). Herbisida sistemik adalah herbisida yang bekerja mengganggu enzim dan berperan dalam membentuk asam amino yang berguna untuk tanaman, sehingga herbisida sistemik mudah diserap keseluruh jaringan tumbuhan dan akan mati sampai keakar-akarnya.
Contoh produk herbisida jenis ini adalah GARLON, STARLON.

Cara kerja herbisida secara umum.

     Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya.
Cara kerja lainnya adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan.
Contoh:
Herbisida bersifat glifosat yang dibuat MONSANTO direkayasa sedemikian rupa untuk mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat, fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan amonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase.
Sebagian besar sejumlah produsen herbisida mendanai pembuatan tanaman transgenik yang tahan terhadap herbisida.
Kemudian penggunaan herbisida dapat diperluas pada tanaman produksi tersebut. Usaha ini dapat menekan biaya produksi dalam pertanian berskala besar dengan mekanisasi.
Contoh tanaman tahan herbisida yang telah dikembangkan adalah raps (kanola), jagung, kapas, padi, kentang, kedelai, dan bit gula.

Cara kerja herbisida menurut sifat.
1).    Parakuat.
Sifat herbisida jenis ini merupakan herbisida kontak yang umum digunakan untuk purna tumbuh.
Herbisida berbahan aktif Parakuat sangat baik digunakan bila ingin mengolah lahan dengan cepat dan efisien.
Karena daya kerja parakuat sangat cepat setelah aplikasinya dan dapat terlihat 1 jam setelah penyiangan, sehingga dalam waktu 3 – 4 hari berikutnya lahan bisa ditanami. Adapun contoh herbisida yang berbahan aktif parakuat di Indonesia yaitu Sidaxone 276SL dan Gramoxone. Parakuat merupakan herbisida kontak yang mematikan tumbuhan dengan cara merusak membran sel.
Menurut Chung (1995) pemakaian paraquat memiliki keunggulan dalam hal suksesi gulma, fitotoksisitas, dan rainfastness.
Parakuat adalah herbisida kontak, menyebabkan kematian pada bagian atas gulma dengan cepat tanpa merusak bagian sistem perakaran, stolon, atau batang dalam tanah, sehingga dalam beberapa minggu setelah aplikasi gulma tumbuh kembali.

2).    Glifosat.
Herbisida berbahan aktif Glifosat merupakan herbisida yang bersifat sistemik bagi gulma sasaran. Diantara keempat jenis bahan aktif pembahasan ini, herbisida glifosat merupakan herbisida berbahan aktif yang paling banyak dipakai diseluruh dunia.
Selain sifatnya sistemik yang membunuh tanaman hingga mati sampai ke akar-akarnya serta juga mampu mengendalikan banyak jenis gulma seperti Imperata cylindrica, Eulisine indinca, Axomophus comprsseus (pahitan) , Mimosa invisa (putri malu), Cyperus iria (teki), Echinocloa crussgali (jajagoan) dan lain-lain.
Herbisida glifosat merupakan herbisida terpenting di dunia saat ini, karena termasuk herbisida translokasi, menghambat kerja enzim 5-enolpyruvylshikimate-3-phosphate synthase (EPSPS), enzim yang terlibat dalam sintesa tiga asam amino.
Lim et al. (1999) melaporkan bahwa penggunaan glifosat menyebabkan terjadinya suksesi gulma ke dominansi gulma berdaun lebar.
Faiz (1989) melaporkan bahwa penyemprotan campuran glifosat secara berturut pada karet dewasa (TM) untuk general weed control menyebabkan dominansi Borreria alata, senduduk (Melastoma malabathricum), dan alang-alang (Imperata cylindrical).
Suksesi gulma terkait-erat dengan bagaimana herbisida tersebut bekerja atau mode of action. glifosat ditranslokasi dari bagian dedaunan sampai ke bagian akar dan bagian lainnya merusak sistem keseluruhan di dalam tubuh gulma.
Selain itu Glifosat memiliki daya bunuh yang tinggi terhadap rerumputan dan sering mengeradikasi gulma rerumputan lunak seperti Paspalum conjugatum dan Ottochloa nodosa sehingga akhirnya tanah menjadi terbuka.
Kesempatan seperti ini memberi kesempatan bagi banyak biji-biji gulma berdaun lebar untuk berkecambah dan akhirnya menjadi dominan (Tjitrosoedirjo dan Purba, 2006).
Dominansi gulma berdaun lebar sering cenderung lebih merugikan karena lebih sulit dikendalikan.
Gulma lunak seperti O. nodosa, P. conjugatum dan A. compressus perlu dipertahankan pada pertanaman kelapa sawit (Teoh, 1984). Gulma rerumputan seperti ini dikategorikan sebagai kelas B yang bermanfaat dan memerlukan kurang pengendalian B (Anon, 1972). Pemakaian glifosat secara terus-menerus sering menyebabkan terjadinya eradikasi atau pemusnahan gulma lunak sedangkan dengan parakuat campuran memperlihatkan kebalikannya (Khairudin & Teoh, 1992).

3).    Metil Metsulfuron.
Herbisida yang berbahan aktif metil metsulfuron ini merupakan herbisida sistemik dan bersifat selektif untuk tanaman padi.
Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh dan awal purna tumbuh. Beberapa gulma yang mapu dikendalikan oleh herbisida ini antara lain: Monocholria vaginalis (eceng gondok), Cyperus diformis (teki), Echinocloa crusgalli (jajagoan), semanggi serta gulma lain yang tergolong pakis-pakisan.
Aplikasi anjuran yang disarankan untuk penggunaan herbisida ini adalah 2.5 gram untuk setiap tangki 14 liter.

4).    Glufosinate-ammonium.
Cara Kerja;
•         Kerja herbisida glufosinate-ammonium sebenarnya berdasar pada penonaktifan dari sintesa enzim glutamine.
•         Sintesa Glutamine menyebabkan reaksi dari ammonia dan glutamic acid untuk membentuk glutamine.
Ammonia, sebuah zat yang sangat phytotoxic untuk sel tanaman terbentuk pada waktu proses biokimia tanaman, tepatnya pada saat pengurangan nitrate, metabolisme amino acid dan photo-respiration.
•         Adanya fakta bahwa enzim dinonaktifkan oleh glufosinate, ammonia dapat terkumpul dalam sel tumbuhan dan menyebabkan necrosis pada lapisan tanaman yang akhirnya menyebabkan kematian tumbuhan.
•         Kecepatan aksi tergantung pada kondisi eksternal; seperti kelembapan udara, suhu dan kadar air dalam tanah.
•         Pengambilan glufosinate-ammonium oleh tumbuhan, biasanya dilakukan melalui hijau daun dan tumbuhan yang tumbuh dengan aktif.

5).    2,4 – D.
2,4 – D termasuk salah satu bahan aktif herbisida yang paling dikenal.
Sifat herbisida ini kurang lebih hampir sama dengan metil metsulfuron yaitu sistemik dan selektif.
Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma purna tumbuh baik yang berdaun lebar maupun teki pada padi sawah. Adapun beberapa jenis gulma yang dapat dikendalikan dengan herbisida 2,4-D ini antara : Monochoria vaginalis (eceng), Spenochlea zeylanica, Cyperus iria (teki), Limnocharis flava (genjer), kankung, keladi dan lain-lain.

1.        Methribuzin
Metribuzin (4-amino-6-tert-butil-3- (methylthio) -as-triazin-5 (4H) -satu)
adalah herbisida yang digunakan sebelum dan setelah tumbuhnya tanaman kedelai, tomat dan tebu. Methribuzin bekerja dengan cara menghambat fotosintesis dengan mengganggu fotosistem gulma.
Penggunaan Methribuzin di lahan pertanian diketahui dapat merusak unsur tanah dan dapat mencemari lingkungan sekitarnya.

2.        Triklopir

3.        Oksifluorfen

   Semoga bermanfaat dan sukses.
Sekian dan terimakasih.

No comments: